Sabtu, 18 Desember 2010

artikel pendidikan BK.


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Pada hakikatnya pendidikan merupakan upaya membangun budaya dan peradaban bangsa. Oleh karena itu, UUD 1945 secara tegas mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Pemerintah terus-menerus memberikan perhatian yang besar pada pembangunan pendidikan dalam rangka mencapai tujuan negara, yaitu; mencerdaskan kehidupan bangsa yang pada gilirannya sangat memengaruhi kesejahteraan umum dan pelaksanaan ketertiban dunia. Pendidikan mempunyai peranan penting dan strategis dalam pembangunan bangsa serta memberikan kontribusi signifikan atas pertumbuhan ekonomi dan transformasi sosial. Lebih lanjut, pendidikan yang memiliki empat pilar utama, yaitu belajar untuk belajar (learning how to learn), belajar untuk mengetahui (learning how to know), belajar untuk menjadi (learning how to be), dan belajar untuk hidup dengan orang lain (learning how to live together), akan menciptakan masyarakat terpelajar yang menjadi prasyarat terbentuknya masyarakat yang maju, mandiri, demokratis, sejahtera, dan bebas dari kemiskinan.

B.       Permasalahan Yang Dihadapi

Sampai dengan tahun 2004 pelayanan pendidikan belum dapat sepenuhnya disediakan dan dijangkau oleh seluruh warga negara. Selain karena fasilitas pendidikan belum mampu disediakan di seluruh pelosok tanah air, termasuk di daerah terpencil dan kepulauan, biaya pendidikan juga dinilai makin mahal. Data Susenas tahun 2003 menunjukkan bahwa sekitar 75 persen dari penduduk usia sepuluh tahun ke atas yang putus sekolah menyebutkan bahwa ketidakmampuan secara ekonomi yang menyebabkan mereka harus putus sekolah. Dengan melihat latar belakang yang telah dikemukakan, maka beberapa masalah yang dapat dirumuskan dan akan dibahas dalam karya tulis ini adalah sebagai berikut:
1)   Kurang dan belum meratanya pendidik dan tenaga kependidikan, baik secara kuantitas maupun kualitas, apalagi untuk daerah tertinggal.
2)   Peningkatan mutu pendidikan.
3)   Inovasi pembelajaran melalui pemanfaatan teknologi komunikasi.
4)   Media pembelajaran dalam upaya meningkatkan kualitas belajar.

C.    Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dalam penulisan karya tulis ini adalah untuk mengetahui bagaimana pemerataan pendidikan bagi masyarakat miskin dan terpencil di Indonesia.

D.    Manfaat penulisan

Adapun penggunaan penulisan ini adalah untuk menambah pengetahuan mengenai pengertian pendidikan, perubahan baru yang bersifat kualitatif, yang berbeda dari hal yang ada sebelumnya dan sengaja diusahakan untuk meningkatkan kemampuan dalam rangka pencapaian tujuan tertentu dalam pendidikan (inovasi pendidikan), media yang digunakan untuk menunjang lebih efektif dan efisiennya belajar mengajar, serta bagaimana pendidikan di daerah tertinggal.
Manfaat lain dari penulisan ini adalah untuk pemahaman lebih lanjut mengenai teori menulis ilmiah dan dapat digunakan sebagai literatur untuk menambah informasi terutama yang berhubungan dengan pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.       Kurang Dan Belum Meratanya Pendidikan Dan Tenaga Kependidikan, Baik Secara Kuantitas Maupun Kualitas, Untuk Daerah Tertinggal.

Era global ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan industri, kompetisi dalam semua aspek kehidupan ekonomi, serta perubahan kebutuhan yang cepat didorong oleh kemajuan ilmu dan teknologi. Untuk memenuhi perkembangan ilmu dan teknologi,  diperlukan SDM yang berkualitas. Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia perlu ditingkatkan hingga ke pelosok negeri dan bagi masyarakat menengah ke bawah.
Di Indonesia, yang paling memerlukan pendidikan adalah mereka yang berada di daerah miskin dan terpencil. Untuk mengatasi kebutuhan pendidikan bagi mereka adalah upaya penerapan cara non konvensional. Cara lain itu adalah memanfaatkan potensi, kemajuan serta keluwesan teknologi baru. Sekalipun teknologi baru seperti teknologi komunikasi, informasi dan adi-marga menawarkan pemerataan pendidikan dengan biaya yang relatif rendah (Ono Purbo, 1996), penggunaannya masih merupakan jurang pemisah antara ‘yang kaya’ dan ‘yang miskin’.
Pemerataan pendidikan masyarakat miskin dan terpencil di Indonesia, dapat dibagi menjadi pemerataan pendidikan formal dan pemerataan pendidikan non formal.



a)        Pemerataan Pendidikan Formal

Pada jenjang pendidikan formal, secara umum perluasan akses dan peningkatan pemerataan pendidikan masih menjadi masalah utama, terutama bagi masyarakat miskin maupun masyarakat di daerah terpencil. Pemerataan pendidikan formal terdiri dari pemertaaan pendidikan di tingkat prasekolah, sekolah dasar, menengah, perguruan tinggi. Pendidikan prasekolah merupakan pendidikan pada anak usia dini, semisal : playgroup dan taman kanak-kanak. Pada daerah perkotaan pendidikan prasekolah secara formal sudah sering ditemukan, tetapi untuk daerah terpencil seperti di pedesaan, masih sangat jarang.Pada pendidikan menengah, saat ini banyak bermunculan sekolah-sekolah unggul. Dalam pelaksanaannya model sekolah ini hanya diperuntukkan untuk kalangan borjuis, elit, dan berduit yang ingin mempertahankan eksistensinya sebagai kalangan atas. Kalaupun ada peserta didik yang masuk ke sekolah dengan sistem subsidi silang itu hanya akal-akalan saja dari pihak sekolah untuk menghindari “image” di masyarakat sebagai sekolah mahal dan berkualitas,  sekolah plus, sekolah unggulan, dan label-label lain yang melekat pada sekolah yang diasumsikan dengan “unggul”.
Untuk pendidikan tinggi persoalannya menyangkut pemerataan kesempatan dalam memperoleh pendidikan tinggi bagi warga negara dalam kelompok usia 19-24 tahun. Biaya yang diperlukan untuk menempuh pendidikan di perguruan tinggi memang sangat besar, sehingga hanya anak-anak yang berasal dari keluarga mampu saja yang memperoleh kesempatan mengenyam pendidikan tinggi. Kebutuhan biaya baik langsung maupun tak langsung yang cukup besar inilah yang menyebabkan rendahnya partisipasi pendidikan pada jenjang perguruan tinggi. Selain itu, penyebaran geografis lembaga pendidikan tinggi unggulan di Indonesia juga tidak merata. Berbagai universitas terkemuka dipusatkan berada di pulau Jawa, sehingga masyarakat yang berada di pulau lain harus meninggalkan kampung halamannya demi melanjutkan pendidikan tinggi. Kritik kini mulai bermunculan atas pelaksanaan Badan Hukum Milik Negara (BHMN) bagi beberapa universitas dan institut, seperti: UI, UGM, USU, UPI, ITB, dan IPB. BHMN dinilai telah mengarah ke komersialisasi pendidikan, yang bertentangan dengan misi utama sebuah lembaga pendidikan tinggi. Bagi orang-orang yang berasal dari kelas bawah (keluarga miskin) mengalami kesulitan mendapatkan akses pendidikan tinggi dengan biaya yang mahal itu (Eka, R. 2007. Kondisi Pemerataan Pendidikan di Indonesia, (http://edu-articles.com, diakses 9 Maret 2009)).

b)        Pemerataan Pendidikan Nonformal

Di samping menghadapi permasalahan dalam meningkatkan akses dan pemerataan pendidikan di jalur formal, pembangunan pendidikan juga menghadapi permasalahan dalam peningkatan akses dan pemerataan pendidikan non formal. Sampai dengan tahun 2006, pendidikan non formal yang berfungsi baik sebagai transisi dari dunia sekolah ke dunia kerja (transition from school to work) maupun sebagai bentuk pendidikan sepanjang hayat belum dapat diakses secara luas oleh masyarakat. Pada saat yang sama, kesadaran masyarakat khususnya yang berusia dewasa untuk terus-menerus meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya masih sangat rendah. Apalagi pendidikan non formal, pada umumnya membutuhkan biaya yang cukup mahal sehingga tidak dapat terjangkau oleh masyarakat menengah ke bawah.

B.       Peningkatan Mutu Pendidikan

Setelah 60 tahun negara kita merdeka Pemerintah untuk pertamakalinya berhasil menyusun standar nasional pendidikan yang dituangkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Standar tersebut merupakan acuan dasar sekaligus rambu-rambu hukum untuk meningkatkan mutu berbagai aspek pendidikan nasional termasuk mutu pendidik dan tenaga kependidikan, mutu sarana dan prasarana pendidikan, kompetensi lulusan, pembiayaan pendidikan dan penilaian pendidikan. Dengan acuan tersebut diharapkan pada tahun-tahun yang akan datang tidak lagi ditemukan pelayanan pendidikan yang tidak memenuhi standar nasional. Dengan demikian, upaya untuk menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat menjadi lebih jelas.
Sejalan dengan PP tersebut Pemerintah telah pula membentuk Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang bertugas untuk membantu Menteri Pendidikan Nasional dalam mengembangkan, memantau, dan mengendalikan standar nasional pendidikan. Dalam melaksanakan tugasnya, BSNP mempunyai kewenangan untuk (1) mengembangkan standar nasional pendidikan; (2) menyelenggarakan ujian nasional; (3) memberikan rekomendasi kepada pemerintah dan pemerintah daerah dalam penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan; serta (4) merumuskan kriteria kelulusan dari satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Selanjutnya, berbagai upaya untuk meningkatkan mutu peserta didik baik di jenjang pendidikan menengah maupun di jenjang perguruan tinggi telah dilakukan serangkaian kegiatan yang meliputi:
Pertama, pelajar Indonesia berhasil merebut 3 medali perak dan 1 medali perunggu dalam Olimpiade Biologi Internasional 2005 pada tanggal 11 – 16 Juli 2005, di Beijing, Cina. Prestasi ini merupakan peningkatan dari ajang serupa yang diadakan di Australia pada tahun 2004, ketika Indonesia hanya meraih 1 medali perak dan 3 medali perunggu.
Kedua, keikutsertaan dalam penyelenggaraan Kontes Robot Indonesia (KRI) dan Kontes Robot Cerdas Indonesia (KRCI). Jumlah robot yang mengikuti KRI mencapai lebih dari 100 robot karya 32 tim mahasiswa dari 28 perguruan tinggi negeri dan swasta. Sementara itu, KRCI diikuti oleh 30 robot karya 22 tim mahasiswa dari berbagai PTN dan PTS. Setiap tim peserta kontes diminta mendesain dua jenis robot, masing-masing satu robot manual dan beberapa buah robot otomatis. Salah satu jenis robot yang dibuat, sesuai dengan tema KRI tahun 2005, yaitu ”Menggapai Puncak Borobudur, Nyalakan Api Perdamaian” adalah robot pemadam api. Keluar sebagai juara umum adalah tim robot ”Askaf-i” dari Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS), Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya (ITS), dan berhak mewakili Indonesia ke Kontes Robot Dunia pada tanggal 27 Agustus 2005 yang akan datang di Beijing, Cina.





C.    Inovasi Pembelajaran Melalui Pemanfaatan Teknologi Komunikasi

Berlakunya Kurikulum 2004 Berbasis Kompetensi yang telah direvisi melalui Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut perubahan paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran, khususnya pada jenis dan jenjang pendidikan formal (persekolahan).
Salah satu perubahan paradigma pembelajaran tersebut adalah orientasi yang semula berpusat pada guru (teacher centered) beralih berpusat pada murid (student centered); metodologi yang semula lebih didominasi ekspositori berganti ke partisipatori; dan pendekatan yang semula lebih banyak bersifat tekstual berubah menjadi kontekstual.
Pembelajaran atau secara umum adalah mengajar berasal dari kata dasar ajar yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui (dituruti). Dalam BSNP (2007), pembelajaran adalah :
a)    Proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (UU Sisdiknas);
b)   Usaha sengaja, terarah dan bertujuan oleh seseorang atau sekelompok orang (termasuk guru dan penulis buku pelajaran) agar orang lain (termasuk peserta didik), dapat memperoleh pengalaman yang bermakna. Usaha ini merupakan kegiatan yang berpusat pada kepentingan peserta didik.
c)    Mengacu pada definisi diatas, mengajar adalah suatu usaha yang dilakukan sekelompok orang (termasuk guru) untuk menyampaikan atau mengirim pesan (informasi) berupa konsep, prinsip, fakta, proses dan prosedur kepada siswa sehingga dapat diterima dan dikuasai siswa sesuai dengan tujuan yang di harapkan.
D.     Media Pembelajaran Dalam Upaya Meningkatkan Kualitas Belajar

Pengertian media pembelajaran ialah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta perangsang peserta didik untuk belajar, contoh : buku, film, kaset. Menurut Asosiasi Teknoligi Komunikasi Pendidikan (AECT), media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan. Dengan memperhatikan definisi yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa yang di maksud dengan media pembelajaran secara umum adalah segala alat pengajaran yang digunakan untuk membantu Dosen dalam menyampaikan materi pelajaran kepada peserta didik dalam proses belajar mengajar sehingga memudahkan pencapaian tujuan-tujuan pembelajaran yang sudah dirumuskan. Media pembelajaran digunakan dengan tujuan antara lain sebagai berikut:
a)    Memberikan kemudahan kepada peserta didik untuk lebih memahami konsep, prinsip, dan keterampilan tertentu dengan menggunakan media yang paling tepat menurut sifat bahan ajar.
b)   Memberikan pengalaman belajar yang berbeda dan bervariasi sehingga lebih merangsang minat dan motivasi peserta didik untuk belajar.
c)    Menumbuhkan sikap dan keterampilan tertentu dalam teknologi karena peserta didik tertarik untuk menggunakan atau mengoperasikan media tertentu. Ketidaktepatan (“mismatch”) pemanfaatan media pembelajaran banyak sekali terjadi di perguruan tinggi.


BAB III
PENUTUP
A.       Kesimpulan

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seringkali justru membawa dampak negatif yang lebih besar dari pada dampak positif. Sebagai contoh adalah perkembangan dunia televisi. Program acara televisi lebih banyak yang bersifat hiburan dari pada pendidikan. Oleh karena itu, Pustekkom memanfaatkan momentum ini dengan menyuguhkan program siaran pendidikan melalui televisi edukasi. Sebagai media pembelajaran televisi sangatlah bagus karena bisa dikatakan 99,9% rumah telah mempunyai pesawat televisi, bahkan tidak sedikit satu kamar mempunyai satu pesawat televisi. Guru/pendidik harus mampu mengetahui situasi dan kebiasaan siswa di lingkungannya. Oleh karena itu kesukaan, hobi dan kebiasaan siswa tersebut harus bisa dimanfaatkan sebagai suatu media belajar.
Pemerataan pendidikan yang ada saat ini masih kurang terealisasikan dengan baik. Permasalahannya yaitu karena pendidikan itu sendiri masih berorientsi di wilayah perkotaan dan subsidi dari pemerintah itu pun masih belum mencukupi untuk masyarakat yang tidak mampu yang jumlahnya cukup besar. Upaya yang dilakukan pemerintah dalam melakukan pemerataan pendidikan bagi masyarakat miskin dan terpencil di Indonesia yaitu dengan adanya program wajib belajar 9 tahun dan pengadaan teknologi informasi seperti televisi dan radio.



B.       Saran

Upaya yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan kualitas maupun kuantitas ternyata masih belum optimal dan perlu mendapat dukungan dari seluruh komponen pendidikan di satuan pendidikan baik dosen, guru, mahasiswa, siswa, orang tua/wali, masyarakat, dan institusi pendidikan. Oleh karena itu, perlu kerjasama dan koordinasi yang erat di antara komponen pendidikan tersebut sehingga upaya peningkatan mutu pendidikan yang dilaksanakan dapat efektif dan efisien.


DAFTAR PUSTAKA
Hasbullah, (2006). Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo   Persada.
Suryabrata, Sumadi, (2007). Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sadiman, Arief S, (2008). Media Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sudjana, Nana, (2001). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Wahyudin, Dinn, dkk, (2007). Pengantar Pendidikan. Universitas Terbuka, Cetakan kedua puluh satu.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar